Thursday, December 14, 2006

A Woman of No Importance

Something from A Woman of No Importance, by Wilde:


LADY STUTFIELD. Yes; men persecute us dreadfully, don't they?


MRS. ALLONBY. Persecute us? I wish they did.


LADY HUNSTANTON. My dear!


MRS. ALLONBY. The annoying thing is that the wretches can be perfectly happy without us. That is why I think it is every woman's duty never to leave them alone for a single moment, except during this short breathing space after dinner; without which I believe we poor women would be absolutely worn to shadows.


LADY STUTFIELD. It seems to me that it is we who are always trying to escape from them. Men are so very, very heartless. They know their power and use it.


MRS. ALLONBY. I don't think that we should ever be spoken of asother people's property. All men are married women's property.That is the only true definition of what married women's property really is. But we don't belong to any one.


Funny? True? Nonsense? Whimsical? Exaggerative? You decide! :D

Tuesday, December 05, 2006

Two Separated Souls



TWO SEPARATED SOULS

I’m not a girl that you want me to be

Not as innocent as your thought of me

Many sins that I’ve done for my disguise

Because we’re live in mortality
This world isn’t safe again for me

Disbelieving in every seconds of life


I’ve lost my souls….

They had flown to the sky

Ego is conquered

Longing for you, Paradise…

Paradise….


I just want to hear

Sing the music of the earth

Play the notes of million stars

Melodies of the nature

Ring the chime of galaxies

Waking up all fantasies

A fantasy to be ours

Two separated souls of me….

Life is not a fairy tale that always ends happy ending

I‘m too not a princess with perfect story

Hunches take control of my emotions

Hypnotizing souls in obscurity

This world has lost its heart

People now being inhuman


I’ve lost my souls…

Now, lift me to the sky

Vanity is conquered

Longing for you, Paradise….

Paradise….


written and composed by this Birthday Girl :).


Background informasi: Vanya dan Bettina ini terinspirasi dari lagu di atas, ditambah film berjudul Persona. Film hitam putih, sedikit sulit dicerna karena sangat 'deep', dan lebih menekankan efek sinematografi (lightning, terutama).

Vanya adalah nama Rusia, sementara Bettina adalah nama seorang model Perancis yang sangat terkenal di tahun 50-an. Bettina atau Simone Micheline Bodin ini telah menginspirasi almarhum kakek saya untuk memberi nama anak bungsunya "Bettina", yang juga adalah sebutan lain dari "Elizabeth" di Italia.


Tulisan di bawah ini didedikasikan untuk dua dari perempuan-perempuan terpenting dalam hidup saya. Ibu saya Bettina dan sahabat saya Vanya, yang berulang tahun 28 November lalu. Semoga ini bisa menjadi hadiah yang cukup berkesan. :)





Vanya dan Bettina

Vanya tidak mengerti. Tentu, Bettina sudah seperti bayangan yang mengikutinya. Itulah yang selalu digunakan orang untuk mengumpamakan persahabatan yang erat di antara dua orang. Tapi sungguh, Bettina bukan bayangan Vanya, dan Vanya pun bukan bayangan Bettina.
Bayangan hanya ada di saat gelap, saat cahaya tidak berani masuk dan menyapa gulita yang sedang mengamuk. Dan gulita mengamuk pada cahaya yang masih berani menyelusupkan jemarinya untuk menghibur. Saat itulah bayangan tercipta. Mungkin bayangan adalah kasih sayang cahaya pada gulita, tapi ia tidak setiap saat ada. Sementara Vanya dan Bettina tidak seperti itu.
Ada kalanya mereka berdandan berdua. Vanya akan memiringkan kepalanya ke kanan, sementara Bettina ke kiri. Dan sebaliknya. Memakai pita berwarna sama, berbicara dengan suara manja yang sama. Dan menangis dalam keheningan yang sama.
Kadang Vanya begitu ingin memegang tangan Bettina. Sepertinya Bettina pun begitu. Tapi apa daya, kadang tangan itu seperti tak sampai. Dan bibir Vanya kering dengan kata-kata yang ingin disampaikan ke Bettina. Tapi hanya sedikit yang keluar. Mungkin kata-kata telah menggagalkan Vanya. Mungkin.
Musik adalah bahasa Vanya. Ia bisa berlari, menari, berdansa, cemberut, dan menangis dalam musiknya. Tidak ada yang sungguh-sungguh tahu betapa tuts-tuts piano hitam putih itu bisa berbicara begitu banyak. Bisa berteriak, bercanda, dan kadang, hanya kadang-kadang tertawa. Vanya tidak membiarkan piano tertawa terlalu sering. Tertawa membutakan mata. Dan mata yang buta tidak pernah bisa mendengarkan hati.
Vanya rindu bermain-main di luar. Yah, mungkin tidak ada salahnya sesekali ia mengenal bahwa bunga tidak hanya bernama mawar, yang selalu diletakkan ibu di jambangan. Mungkin ia bisa menyadari bahwa air, seperti hati manusia, tak selalu jernih. Ia bisa hitam, coklat, kelabu, mungkin merah seperti darah. Vanya tak tahu itu semua.
Mungkin Vanya ingin melukis di pasir pantai. Lukisan yang digores oleh tarian ombak dan dikeringkan deru angin. Lukisan yang tak pernah membosankan dan terlihat sama dalam waktu satu jam. Lukisan kehidupan.
Tapi Bettina pasti tak mau. Dunia Bettina adalah ruangannya. Manusia melelahkan bagi Bettina, mereka menghisap sari-sari kehidupannya seperti akar yang menghisap air dari tanah tanpa belas kasihan. Hening adalah sahabat Bettina, yang mengajaknya berlari di padang edelweiss dan menyanyikan lagu ciptaannya sendiri.
Vanya pun membujuk Bettina. Memberikan coklat kesukaannya. Menunjukkan buku-buku cerita indah bersampul keras. Meminjamkan gaunnya yang terindah. Bettina menggeleng. Vanya menyerah. Tapi mereka bertukar pelukan.
Orang-orang akan menggeleng melihat keakraban mereka berdua. Terharu sekaligus menyayangkan. Bukankah Vanya begitu hidup dan ceria? Begitu indah dan dikagumi bagai boneka? Dan bukankah Bettina adalah gaung dari gema Vanya? Yang hanya bisa terdengar jika Vanya lebih dulu bersuara. Yang hanya bergerak, jika Vanya lebih dulu bergerak.
Vanya tidak tahu, siapakah yang seharusnya iri. Bettinakah yang seharusnya iri pada dirinya? Atau Vanyakah yang harus iri pada Bettina? Benar, Vanya memiliki semuanya. Teman-teman, kekaguman dan perhatian orang-orang, dan dunia yang gemerlapan. Tapi itu semua akan dengan mudah direbut darinya. Begitu ada boneka lain yang menjadi mainan baru orang-orang di sekitarnya, mereka akan pergi. Menghilang. Dan Vanya akan ditinggalkan. Sendirian.
Dunia Bettina adalah miliknya sendiri. Ia tidak perlu berpura-pura bahagia hanya untuk membuat orang tertawa. Bettina tidak membutuhkan piala untuk membuktikan bahwa dirinya hebat. Tidak membutuhkan buku rapor, untuk menyatakan bahwa ia cerdas. Bettina berbicara untuk dirinya sendiri. Hanya untuk dirinya sendiri.
Bettina tidak memerlukan pujian dari orang untuk merasa yakin bahwa dirinya cantik. Tidak merasa perlu menambahkan sesuatu hanya agar terlihat berkilau. Cahaya Bettina adalah kegelapannya, kekuatannya adalah kerapuhannya. Semua begitu sederhana bagi Bettina.
Sesederhana tatapan seorang anak kecil pada ibunya, sesederhana alasan mengapa Tuhan menciptakan manusia yang tak mungkin menghabiskan masa hidupnya hanya untuk berdzikir. Begitu sederhana, pedih, namun tetap sempurna.
Dan begitulah. Awan yang dilihat Vanya dan Bettina berarak ke arah barat, ditiup dan dihempaskan angin, dihentak hujan. Tapi ia tetap lembut dalam tangisnya. Mungkin awan dalam hujan itu adalah Bettina. Dan halilintar yang tak sabar menyertainya adalah Vanya.
Kadang Bettina berharap, ya hanya bisa berharap. Bahwa ia tidak menangis saat orang lain menangis karena empatinya yang terlalu besar. Bahwa ia tidak perlu merelakan segalanya untuk Vanya. Bahwa ia bisa mencari perhatian orang-orang di sekelilingnya dengan bertingkah seperti Vanya. Bahwa ia bisa sesekali meminta, tanpa harus memberi dahulu sebelumnya.
Mungkin ada makhluk dengan takdir memberi dan hanya menerima sedikit. Dan selalu mengambil tanpa pernah memberi. Mungkin, mungkin juga kedua orang itu bisa berdiri berdampingan, saling bergandengan. Atau dengan punggung berhimpitan. Saling menakar diri masing-masing. Hingga lenyap kehilangan.
Mungkin ada kalanya kedua jiwa itu bergerak berlawanan, seperti Vanya dan Bettina. Seperti dua mata angin topan yang ketika bertemu tidak menjadi kuat, tetapi hanya menjadi saling melemahkan. Mungkin sebaiknya mata angin itu berpisah saja, dan mulai membuat kekacauan di tempat yang berbeda. Atau mereka bisa saling menabrakkan diri, ketika kebosanan melanda. Mungkin.
Betapa kompleksnya peran manusia yang diperankan oleh Vanya dan Bettina. Karena hidup bukan hanya terdiri dari memberi dan menerima. Karena hidup adalah intrik musim panas dan mimpi di siang hari bolong. Ia juga hujan gerimis yang semu tetapi menghadirkan pelangi. Bettina sudah lelah. Tapi Vanya tidak sadar bahwa dialognya serak, aktingnya tak lagi natural. Ia terlalu sibuk berimprovisasi hingga lupa untuk siapa ia seharusnya berakting.
Kisah tentang dua jiwa yang terpisah. Yang disatukan kebetulan yang menyakitkan. Yang hidup dengan dunia cermin, terbalik satu sama lain, tetapi tetap saja serupa. Suatu saat cermin itu pecah, meninggalkan Vanya dan Bettina dalam kebingungan yang nyata. Sekali ini saja, Bettina ingin sekali menarik Vanya ke dunia cermin. Ingin sekali.