Sunday, January 21, 2007

A Hero in You :)

Sincerest gratitude goes to Nyo and Puff :). Dan last but definitely not least, Larissa yang udah ngecekin dan komen. Thanks banget, Kak :).

Konsep Hero dan Anti-hero dalam Nasionalisme


“Manusia terbaik di Indonesia adalah seorang penjahat.”
Bagi penggemar film, terutama film Indonesia, tentu kalimat di atas tidak asing lagi. Ya, karena kalimat itu adalah sebuah “slogan” dari film 9 Naga, yang sempat menimbulkan permasalahan, karena jelas, bunyinya cukup mengundang kontroversi. Sebagian berpendapat, slogan itu akan menimbulkan kesan yang sangat buruk terhadap masyarakat Indonesia. Bayangkan saja! Bahkan manusia terbaiknya saja seorang penjahat, bagaimana dengan yang lain?


Pahlawan dan nasionalisme adalah dua hal yang sangat erat berkaitan. Tapi mengapa definisi nasionalisme terkesan begitu kabur dan abstrak? Pertanyaan yang paling mendasar dan selalu lahir bagi nasionalisme adalah definisi dari nasionalisme itu sendiri. Apakah menggunakan dan membeli produk dalam negeri adalah nasionalisme? Ataukah menonton dan menikmati tayangan produksi dalam negeri (yang sayangnya, merupakan hasil adaptasi berlebihan dan daur ulang dari berbagai drama luar, terutama Asia Timur)? Atau serentetan hal lain yang berbau ‘kepahlawanan’?


Di dalam setiap manusia ada seorang pahlawan yang menunggu saatnya beraksi. Dengan konsep seperti ini, rasanya tugas kita bukanlah mengisi kemerdekaan, seperti apa yang sering diajarkan selama kita masih berada di sekolah dasar. Semua dari kita adalah pahlawan, yang sedang berusaha menemukan kembali arti menjadi seorang manusia Indonesia, warga negara Indonesia.


Menjadi pahlawan adalah tetap bisa mengangkat kepala dan tersenyum ketika seorang pengajar menyebutkan betapa kondisi ekonomi semakin diperparah dengan bencana yang tak kunjung habis. Menjadi pahlawan adalah kepedulian. Menjadi pahlawan adalah berbagi senyuman, rasa kesatuan yang tak tersaingi. Menjadi pahlawan adalah kebanggaan. Menjadi pahlawan pada hakikatnya adalah menemukan pahlawan dalam diri masing-masing.


Masih tentang kebanggaan, seberapa banggakah kita dengan predikat bangsa Indonesia? Sebagian besar dari kita pernah mengalami masa-masa dimana menghafal beberapa pasal dari UUD 1945 adalah keharusan. Keharusan karena pasal-pasal itu nantinya akan diujiankan, ditanyakan bunyinya, dan harus ditulis setepat-tepatnya di atas kertas ujian.
Entah kenapa dari sejumlah pasal itu, tidak ada yang menjelaskan, mengapa kita harus bangga menjadi bangsa Indonesia. Apakah karena kebanggaan itu ssesuatu yang sedemikian abstrak dan sulit dideskripsikan? Saya tidak tahu. Bahkan setelah dewasa pun, sulit untuk menyadari, bahwa kecintaan memang seharusnya tumbuh pada bumi tempat kita dilahirkan, segala sesuatu yang tumbuh di atasnya, dan air yang kita minum.


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Menghargai diri sendiri dengan berusaha sebaik mungkin, menanyakan lagi pada diri sendiri, apakah di saat (mungkin) segala sesuatu yang bisa dibanggakan telah lenyap, bisakah kita tetap bangga akan asal usul kita?


Right or wrong is my country. .
Peribahasa ini banyak digunakan oleh para pahlawan, yang semata-mata membela tanah air, karena itulah tempat dimana dia berasal. Jika ada suatu kesalahan, yang bersalah adalah masyarakatnya, bangsanya, bukan negaranya.


Adakah yang salah dengan Indonesia dan nasionalismenya? Mungkinkah negara yang dilahirkan oleh para pemikir besar, cendekiawan, dan nasionalis itu telah lelah dan jemu berdiri? Mungkinkah negara dimana pemuda-pemudinya pernah bersumpah untuk bersatu ini sudah tak sanggup lagi mempertahankan ikatannya?


Saya tidak menganggap luas wilayah Indonesia adalah suatu penghalang untuk menyelesaikan masalah. Dalam hal ini kepentingan adalah kuncinya, karena begitu banyak kepentingan yang berbeda telah menjadi penghalang untuk bergerak ke arah yang sama. Begitu banyak perbedaan kepentingan telah menghilangkan warna abu-abu di antara putih dan hitam, sehingga yang ada adalah hero dan anti-hero, pahlawan dan bukan pahlawan (bisa dikatakan “penjahat”?).


Omne solum viro patria est. Every soil is a homeland for a hero.
Sebuah peribahasa latin yang menyejukkan, dan kembali mengingatkan kita, bahwa sangatlah “mudah” untuk menjadi seorang pahlawan. Tidaklah perlu mengangkat senjata seperti yang terjadi di masa silam. Menjadi pahlawan adalah belajar mendefinisikan pahlawan itu sendiri pada awalnya, dan percayalah, memulainya jauh lebih sulit daripada meneruskan.

7 comments:

Anonymous said...

inspiring article!

Adilla said...

Alhamdulillah kalo bisa menginspirasi. Thanks Kang :).

Apret said...

whaaa baguss, knp ga juara satu yah? -_-

aturan quotes2 literaturenya dibanyakin dil, keren ^^v

adilla related diversification niii dr puisi ke cerpen ke novel ke esai. wakaka

Adilla said...

Hahaha...Amien :D. Iya nih, udah lama gak bisa bikin puisi.Hiks...
Thanks Puff :D.

Anonymous said...

Naskah ini dilombain?? Wuahh keren...Kirain emang suka nulis yang 'berat'.
Sukses yah :)

Adilla said...

Iya Mbak Pritha...lomba di NTU aja sih :). Nggak suka nulis yang berat-berat kok, apalagi model essay gini :P. Amien..., makasih ya.Sukses juga buat Mbak Pritha dan bukunya ;)

Adilla said...

Hehehe..cuma lomba essay pintu kok Ly. Makasih ya atas waktunya baca and komen waktu itu :D. Really appreciate that :)