Found this in Career Magazine given freely by NBS :). Quite funny I guess ;), and no offense to you, readers :).
An engineer was crossing a road one day when a frog called out to him," If you kiss me, I'll turn into a beautiful princess." He bent over, picked up the frog and put it in his pocket.
The frog spoke up again and said," If you kiss me and turn me back into a beautiful princess, I will stay with you for one week." The engineer took the forg out of his pocket, smiled at it, and returned it to the pocket.
The frog the cried out,"If you kiss me and I turn back into a princess, I'll stay with you and do anything you want." Again the engineer took the frog out, smiled at it, and put it back into his pocket.
Finally, the frog asked,"What is the matter? I've told you I'm a beautiful princess, that I'll stay with you for a week and do anything you want. Why won't you kiss me?
The engineer said," Look, I'm an engineer. I don't have time for a girlfriend, but a talking frog, now that's cool."
Monday, April 30, 2007
Thursday, April 26, 2007
Kucing
it looks a lot like me...wonder whether doppelganger can be in the form of other creatures? Honestly.
Saskia tidak ingat sejak kapan ia dan kucing begitu akrab. Tidak hanya menjadi penghias meja belajarnya, tetapi juga menjadi logo di tasnya, hiasan di bajunya, dan bahkan ia pun jadi suka membelai-belai kucing!
Entah mengapa….Mungkin sejak ia membaca bahwa kucing memiliki sembilan nyawa. Atau mungkin karena ia melihat seekor kucing kecil dengan mata seindah manikam. Mungkin ia telah jatuh cinta pada kucing.
Dan Saskia benar-benar tergila-gila. Bukan hanya membelai kucing yang ditemuinya di jalan, tetapi ia juga mulai membawa kucing-kucing itu di rumah. Dan mereka menjadi temannya yang setia. Tak peduli berapa potong ikan asin terbuang dari meja makan keluarga mereka. Tak peduli ikan asin itu hilang dicuri, atau memang sengaja dihibahkan dalam piring kecil beserta segelas susu. Saskia kini tak pernah peduli lagi.
Saskia yang dulu amat gemar berdandan. Pitanya berserakan, jepitan rambutnya tak terbilang. Sisir teselip rapi di saku tasnya.Begitu juga dengan lipgloss, lipbalm, lipstik, segala macam kosmetik, sebut saja, Saskia memilikinya! Tapi sekarang? Saskia tak punya waktu bahkan untuk menyisir rambutnya. Yang dahulu benar-benar seperti mahkota yang berbicara, menjadi bagian terindah dari dirinya. Saskia tak peduli.
Saskia percaya kini, bahwa wanita yang belum menikah akan membutuhkan kucing hingga ajal menemuinya. Siapa yang tidak? Bahkan tukang sayur pun akan membutuhkan seekor kucing! Kini Saskia sudah tidak lagi mengoleksi. Ia terobsesi. Kucing belang hitam putih, kucing tiga warna, bahkan kucing hitam pekat yang dianggap sebagai pembawa sial!
Saskia kini nyaris tak pernah makan, kecuali sesuap dua suap roti yang disodorkan mama, yang telah begitu khawatir akan keadaan Saskia. Saskia yang mengurus, kali ini bukan karena berdiet mempertahankan berat badan, tapi karena terang-terangan menolak makan dan mengurangi jatah makan agar kucing-kucingnya tetap terurus. Kini bukan lagi pil-pil pengurus dengan berjuta janji dan model-model bertubuh langsing yang tak pernah mencoba produk itu sendiri. Kini yang ada hanya Saskia, yang semakin lama semakin kurus.
Kucing-kucing itu seperti tak peduli pada majikannya. Mereka mengeong kapan saja, mencakar apa saja, dan kini telah berubah dari makhluk-makhluk kecil menjadi monster penghancur yang menerkam apa saja di depan mereka. Tirai berhamburan, isi bantal pun entah dimana. Semua kesal, semua bingung, Saskia hanya tersenyum. Hanya tersenyum.
Saskia percaya dulu dirinya adalah seekor kucing, mungkin di kehidupannya yang lalu. Yang sibuk memandikan dirinya sendiri dengan lidahnya, dan kadangkala berkaca di kebeningan air. Ah, betapa Saskia berharap dirinya akan terlahir kembali sebagai seekor kucing nantinya! Yang cantik, dengan bulu bersih bersinar, melenggok penuh percaya diri. Yang hanya mengeong dan sepiring susu dan makanan telah tersaji di hadapan! Saskia sungguh berharap dirinya dapat menjadi seekor kucing.
Saskia pun berlatihlah. Ia kini tak lagi makan dengan tangannya, duduk rapat di atas meja dengan kesopanan yang dibuat-buat. Saskia yang sekarang adalah Saskia yang makan dengan keempat anggota geraknya menjejak tanah, menjilati susu dari mangkuk kecil, dan menyelesaikan makanannya dengan wajah belepotan dan kepuasan.
Saskia juga belajar mengeong. Tak ada lagi lengkingan yang dulu ia pelajari dari sekolah bermusik. Tak terpakai lagi piano yang dibeli dahulu sebagai penghias ruang tamu, karena tak ada yang sanggup. Saskia ia bicara dari hati nuraninya, dan ia mengeong, mengeong dan mengeong. Sepanjang malam, tak ada yang bisa menghentikan Saskia.
Dan peristiwa itu pun terjadilah. Makhluk bernama manusia mulai merasa cemas akan keadaan Saskia, yang telah menipu segenap inderanya hanya untuk menyerupai sesosok makhluk hidup lain bernama kucing. Saskia menemukan dirinya telah terpinggirkan, di sebuah tempat dimana hanya ia dan kucing-kucingnya tinggal. Tapi Saskia bahagia. Begitu bahagianya sehingga ingatan masa lalunya telah terhapus. Kini hanya tinggal Saskia dan kucing-kucingnya. Saskia dan kucing-kucingnya.
Hari itu kehebohan terjadi. Mungkin telah ada pembunuhan sadis lagi, yang mana di ibukota ini nama korbannya akan terlupakan dari ingatan begitu halaman koran itu dibalik. Yang mana sejumput kejahatan adalah penghias sekaligus pemanis agar koran-koran itu laris terjual. Tapi kali ini berbeda. Beritanya adalah tentang seorang wanita yang telah ditemukan tewas, dikelilingi sepasukan kucing yang ribut mengeong. Nama wanita itu Saskia, yang sempat didengungkan beberapa hari di lidah orang-orang yang menyayangkan nasib yang telah menjemput salah satu dari mereka. Hanya mereka tidak tahu, bahwa Saskia tersenyum dalam tidur abadinya, tidur yang terjadi setelah ia mewujudkan mimpi reinkarnasinya. Saskia sunggub bahagia.
Kucing
Saskia tidak ingat sejak kapan ia dan kucing begitu akrab. Tidak hanya menjadi penghias meja belajarnya, tetapi juga menjadi logo di tasnya, hiasan di bajunya, dan bahkan ia pun jadi suka membelai-belai kucing!
Entah mengapa….Mungkin sejak ia membaca bahwa kucing memiliki sembilan nyawa. Atau mungkin karena ia melihat seekor kucing kecil dengan mata seindah manikam. Mungkin ia telah jatuh cinta pada kucing.
Dan Saskia benar-benar tergila-gila. Bukan hanya membelai kucing yang ditemuinya di jalan, tetapi ia juga mulai membawa kucing-kucing itu di rumah. Dan mereka menjadi temannya yang setia. Tak peduli berapa potong ikan asin terbuang dari meja makan keluarga mereka. Tak peduli ikan asin itu hilang dicuri, atau memang sengaja dihibahkan dalam piring kecil beserta segelas susu. Saskia kini tak pernah peduli lagi.
Saskia yang dulu amat gemar berdandan. Pitanya berserakan, jepitan rambutnya tak terbilang. Sisir teselip rapi di saku tasnya.Begitu juga dengan lipgloss, lipbalm, lipstik, segala macam kosmetik, sebut saja, Saskia memilikinya! Tapi sekarang? Saskia tak punya waktu bahkan untuk menyisir rambutnya. Yang dahulu benar-benar seperti mahkota yang berbicara, menjadi bagian terindah dari dirinya. Saskia tak peduli.
Saskia percaya kini, bahwa wanita yang belum menikah akan membutuhkan kucing hingga ajal menemuinya. Siapa yang tidak? Bahkan tukang sayur pun akan membutuhkan seekor kucing! Kini Saskia sudah tidak lagi mengoleksi. Ia terobsesi. Kucing belang hitam putih, kucing tiga warna, bahkan kucing hitam pekat yang dianggap sebagai pembawa sial!
Saskia kini nyaris tak pernah makan, kecuali sesuap dua suap roti yang disodorkan mama, yang telah begitu khawatir akan keadaan Saskia. Saskia yang mengurus, kali ini bukan karena berdiet mempertahankan berat badan, tapi karena terang-terangan menolak makan dan mengurangi jatah makan agar kucing-kucingnya tetap terurus. Kini bukan lagi pil-pil pengurus dengan berjuta janji dan model-model bertubuh langsing yang tak pernah mencoba produk itu sendiri. Kini yang ada hanya Saskia, yang semakin lama semakin kurus.
Kucing-kucing itu seperti tak peduli pada majikannya. Mereka mengeong kapan saja, mencakar apa saja, dan kini telah berubah dari makhluk-makhluk kecil menjadi monster penghancur yang menerkam apa saja di depan mereka. Tirai berhamburan, isi bantal pun entah dimana. Semua kesal, semua bingung, Saskia hanya tersenyum. Hanya tersenyum.
Saskia percaya dulu dirinya adalah seekor kucing, mungkin di kehidupannya yang lalu. Yang sibuk memandikan dirinya sendiri dengan lidahnya, dan kadangkala berkaca di kebeningan air. Ah, betapa Saskia berharap dirinya akan terlahir kembali sebagai seekor kucing nantinya! Yang cantik, dengan bulu bersih bersinar, melenggok penuh percaya diri. Yang hanya mengeong dan sepiring susu dan makanan telah tersaji di hadapan! Saskia sungguh berharap dirinya dapat menjadi seekor kucing.
Saskia pun berlatihlah. Ia kini tak lagi makan dengan tangannya, duduk rapat di atas meja dengan kesopanan yang dibuat-buat. Saskia yang sekarang adalah Saskia yang makan dengan keempat anggota geraknya menjejak tanah, menjilati susu dari mangkuk kecil, dan menyelesaikan makanannya dengan wajah belepotan dan kepuasan.
Saskia juga belajar mengeong. Tak ada lagi lengkingan yang dulu ia pelajari dari sekolah bermusik. Tak terpakai lagi piano yang dibeli dahulu sebagai penghias ruang tamu, karena tak ada yang sanggup. Saskia ia bicara dari hati nuraninya, dan ia mengeong, mengeong dan mengeong. Sepanjang malam, tak ada yang bisa menghentikan Saskia.
Dan peristiwa itu pun terjadilah. Makhluk bernama manusia mulai merasa cemas akan keadaan Saskia, yang telah menipu segenap inderanya hanya untuk menyerupai sesosok makhluk hidup lain bernama kucing. Saskia menemukan dirinya telah terpinggirkan, di sebuah tempat dimana hanya ia dan kucing-kucingnya tinggal. Tapi Saskia bahagia. Begitu bahagianya sehingga ingatan masa lalunya telah terhapus. Kini hanya tinggal Saskia dan kucing-kucingnya. Saskia dan kucing-kucingnya.
Hari itu kehebohan terjadi. Mungkin telah ada pembunuhan sadis lagi, yang mana di ibukota ini nama korbannya akan terlupakan dari ingatan begitu halaman koran itu dibalik. Yang mana sejumput kejahatan adalah penghias sekaligus pemanis agar koran-koran itu laris terjual. Tapi kali ini berbeda. Beritanya adalah tentang seorang wanita yang telah ditemukan tewas, dikelilingi sepasukan kucing yang ribut mengeong. Nama wanita itu Saskia, yang sempat didengungkan beberapa hari di lidah orang-orang yang menyayangkan nasib yang telah menjemput salah satu dari mereka. Hanya mereka tidak tahu, bahwa Saskia tersenyum dalam tidur abadinya, tidur yang terjadi setelah ia mewujudkan mimpi reinkarnasinya. Saskia sunggub bahagia.
Friday, April 20, 2007
Upon Request :)
Quote from Nyo: Yang paling dekat dengan kita adalah kematian, yang paling jauh dengan kita adalah masa lalu, yang paling besar adalah nafsu, yang paling tajam adalah lidah, yang paling berat adalah amanah dan yang paling ringan adalah meninggalkan sholat.
Pencuri Hujan
Hujan, hujan kenapa tak pernah kau datang? Ia mencuri bimbang, mengundang berang, memanggil sayang. Gadis itu bernyanyi lagi dalam tidurnya. Ingin ia meminum hujan, menyerakkannya lagi ke dalam kendi-kendi air yang tak pernah penuh terisi. Rintik namanya, Rintik panggilannya.
Tidak ada yang tahu nama aslinya. Setiap orang akan tersenyum, mengelus dada, bahkan menawarkan payung ketika Rintik mulai menari di kala hujan. Tidak ada yang sanggup mengalahkan senyuman itu, bahkan sang matahari sekalipun. Rintik akan berbicara dengan rintik hujan yang memukul-mukul genderang tanah kuat-kuat dengan bahasanya sendiri. Dan jika ia lelah, hanya waktu yang sanggup memulihkan Rintik. Hanya waktu.
Dulu, dulu sekali, mungkin air susu ibunda Rintik telah tercampur dengan cairan semesta itu, memabukkannya dan mengingatkan bayi mungil itu akan asal-usulnya, saat gumpalan darah itu masih berupa sebongkah daging tak bernyawa, saat janji untuk bertakwa tertutur di hadapan-Nya. Sungguh Rintik dan hujan tak pernah terpisahkan.
Tapi kali ini pencuri Hujan sungguh telah berulah dan mengesalkan hati Rintik. Ia kehausan, ia kepanasan, ia kegerahan. Tak ada yang lebih mengesalkan Rintik daripada kumpulan awan hitam yang tak melahirkan hujan. Tak setetespun sempat mengenai tenggorokan Rintik sedari kemarin. Kakinya telah lelah mencari hujan, sementara awan yang ia tanyai hanya menggeleng, walaupun mereka iba melihat keadaan Rintik.
Rintik menaiki kereta pelangi, bergumam sendiri dalam tidurnya. Hujan, kemanakah engkau? Bahkan hanya butirannya pun akan memuaskan tangan mungil itu, untuk menggenggamnya, merasakan celah-celah itu menelusup ke sela-sela telapaknya. Tapi hingga pemberhentian terakhir kereta pelangi, tidak ada hujan sama sekali. Rintik kecewa, sungguh sangat kecewa.
Dulu Rintik pernah mendengar kisah tentang samudera, dengan anak-anak benua di sekelilingnya. Betapa samudra iu berkorban, menelan segenap racun yang diteteskan makhluk bernama manusia. Membiarkan tubuhnya ditoreh dan dikotori, dicemari dan warna itu pudar dan tergantikan. Membiarkan kesuciannya dipertanyakan, dan wujudnya ditertawakan. Rintik selalu meneteskan air mata setiap kali mendengar kisah Samudra.
Ketika banjir tiba, Rintik tahu hujan tengah menikmati momennya. Ia takkan pernah membalas dendam, seperti apapun kerusakan terjadi di muka bumi ini. Hujan hanya ingin menunjukkan dirinya, yang telah lama terkubur jauh dari ingatan manusia, bahwa derapan lembutnya pun bisa menjadi hantaman tak terduga. Bahwa kelembutannya pun menyimpan kekuatan sunyi yang bisa membahayakan.
Kali ini Rintik benar-benar mengelus dada. Mungkinkah hujan telah lelah dan malas bertandang biarpun hanya untuk menyapanya? Kesalkah hujan karena manusia tidak pernah sedikitpun melambaikan tangan kepadanya ketika ia bertamu di rumah-rumah mereka? Ataukah hujan telah takut pada caci maki manusia yang terucap ketika banjir datang? Tak tahukah hujan, bahwa pada saat ia datang, Rintik tidak hanya bermain-main tetapi berdoa sepuas-puasnya agar doanya terkabulkan?
Rintik masih begitu kecewa, ketika akhirnya beberapa hari kemudian tersiar kabar bahwa hujan telah dicuri oleh Sang Pencuri Hujan, yang mengancam akan menghadiahkan Halilintar dan Petir jika ada yang berani mengambil kembali hujan darinya. Betapa Rintik terkejut! Ia tak mungkin hidup tanpa hujan, begitupun makhluk hidup di sekelilingnya. Rintik harus mengambil kembali hujan, harus.
Perjalanan Rintik mencari hujan pun mulailah. Betapa tubuh kecil nan lemah itu berusaha tegak meskipun kadang diombang-ambingkan angin yang menggodanya. Kadang ia terpekik kagum melihat pemandangan di sekelilingnya, kadang pula rapat matanya terpejam karena ia begitu ketakutan. Rintik tahu hujan tak mungkin disembunyikan di hutan. Karena ia telah menjelajah hingga kakinya lelah, sembari berteriak-teriak memanggil nama hujan, tetapi yang membalas hanyalah gema dan gaung.
Beberapa kali Rintik harus berhenti dan bertanya, menanyakan jejak-jejak hujan pada langit yang menaungi tempat yang dilewatinya. Awan-awan menggeleng, tetapi karena mereka merasa iba, sering kali beberapa menawarkan tetes-tetes hujan yang masih mereka miliki, memuaskan dahaga Rintik yang telah lelah berjalan hingga kedua kakinya tak sanggup lagi bergerak.
Mungkin Rintik adalah perwujudan gadis penjual korek api, yang terus menerus menyalakan koreknya di tengah udara dingin seraya membayangkan aneka macam kesenangan yang tak pernah didapatkannya, atau yang dahulu bisa ia dapatkan tapi tidak lagi kini. Ya, Rintik membayangkan betapa bahagianya jika ia dan hujan bisa bertemu lagi, dimana jiwa mereka berpelukan dan bersatu dalam satu tarian bumi, yang takkan mampu ditirukan siapa saja.
Rintik tertunduk mengamati tanah di bawah telapak kakinya, yang telah jatuh sakit karena rindu pada hujan. Bagaimana mereka akan bertahan dan menghibur tanaman-tanaman yang ada berpijak kuat pada mereka jika kini mereka hanya terkulai lemas? Rintik tahu bunga-bunga tidak akan bisa menyanyikan nyanyian musim mereka jika tanah yang menopang mereka jatuh sakit.
Rintik terus menerus berjalan, melewati beberapa oasis yang mengobati fatamorgananya. Melalui bukit-bukit dengan batu-batu tajam yang siap menggores kakinya. Tubuh kecil itu terus berjalan, mencari Pencuri Hujan yang menyekap hujan di guanya. Sesekali Rintik berteriak, menyerukan nama hujan sehingga segala makhluk di sekelilingnya terjaga, dan menyemangati Rintik karena mereka juga merindukan hujan.
Itulah dia. Sang Pencuri Hujan. Rintik tak mampu berkata-kata. Segala ucapan yang disimpannya kini terlarut begitu saja di tenggorokan, tak mampu mengalir keluar dari bibirnya. Pencuri Hujan tersenyum, dan seolah sudah tahu maksud kedatangan Rintik, hanya menyilakan gadis itu masuk ke tempat tinggalnya. Rintik menurut, segenap inderanya kini sudah tak mampu melawan lagi.Teringat ia akan kabar burung bahwa Pencuri Hujan akan menghadiahkan Petir dan Halilintar bagi siapapun yang berani mengambil kembali hujan. Tapi tak ada tanda-tanda bahwa Pencuri Hujan akan melakukan itu. Senyum malah tak pernah lepas dari dirinya.
“Rintik, hujan telah sangat bahagia disini, aku meragukan dia akan mau pulang.”
“Percayalah Pencuri Hujan, hujan akan lebih bahagia jika ia boleh menjadi perantara kehidupan, membantu memberi nafas pada teman-teman, berdansa dan menari kembali, menyatukan jiwanya dengan angin semilir.Dahulu hujan sangat bahagia.”
“Dahulu, Rintik. Tak dapatkah kaudengar erangannya di sela-sela senyumnya? Air matanya di balik tawanya? Kalian tak akan mampu merawat hujan. Biarlah mereka merengek terlebih dahulu, biarlah ketiadaan hujan membuka mata mereka yang dahulu dibutakan oleh keegoisan mereka. Hujan akan tetap ada disini.”
“Percayalah Pencuri Hujan, hujan akan lebih bahagia jika ia boleh menjadi perantara kehidupan, membantu memberi nafas pada teman-teman, berdansa dan menari kembali, menyatukan jiwanya dengan angin semilir.Dahulu hujan sangat bahagia.”
“Dahulu, Rintik. Tak dapatkah kaudengar erangannya di sela-sela senyumnya? Air matanya di balik tawanya? Kalian tak akan mampu merawat hujan. Biarlah mereka merengek terlebih dahulu, biarlah ketiadaan hujan membuka mata mereka yang dahulu dibutakan oleh keegoisan mereka. Hujan akan tetap ada disini.”
Perdebatan Rintik dan Pencuri Hujan berlangsung sangat lama, hingga akhirnya Pencuri Hujan melepaskan hujan dengan mengajukan syarat, bahwa hujan harus dirawat baik-baik, didengarkan nyanyiannya dan dicintai kehadirannya. Rintik sangat bersuka cita. Digamitnya tangan hujan untuk diajak kembali ke negerinya, negeri tempat dimana manusia-manusianya akan berdoa dan mengucap syukur saat hujan kembali menyapa.
Rintik tersentak kaget dari tidurnya. Bus yang ia tumpangi sudah sampai di terminal tujuan. Kenyataannya telah menyentakkannya dari mimpi yang sedemikian indah. Mimpi bagi penghuni negeri dimana kekeringan telah berbulan-bulan melanda. Mimpi seorang gadis pecinta hujan yang kini harus berjuang sendirian. Mimpi.
Monday, April 09, 2007
Why NBS is Cool :D
Why NBS is cool :D
Here are ten reasons why it's cool to be a part of NBS students population :P
1. You reign (almost) the whole part of South Spine, well, excluding the part where other students from many different courses invade your classes, and spend hours to do presentation dry run
2. People are very friendly, and think that asking as many as 10 questions when you're presenting is a nice gesture
3. When you wear a certain type of clothing, and are the only one who wears that in your course specialization, it will be almost impossible to snuck in a classroom when you're late, without causing such a hoo-ha.
4. The lifts are interesting. Sometimes you just have to take them to go to B3 from B2, and find yourself half-mashed during the journey.
5. Most of NBS students think that 6-hour meeting is a new form of sport, especially the one involving mouth-contraction and half-sleeping in between.
6. You get to wear high heels, and sometimes will break one of the heels during a walk back hall, only to find out later that repairing the heels will cost as much as twice the whole pair of shoes.
7. There are 3 types of students, they who are lucky enough to enrolled in double major and whose names listed in the Dean's list, they, who are equally lucky to get enrolled in double major, and...they, who are also lucky to get their names listed....in the attendance list.
8. It is a miracle how we (until now) can get the projects done while doing it half-sitting and half-standing in the jammed free access lab.
9. It always takes at least 3-hour nap after each exam to stop the smokes coming from your head.
10. In the beginning of each semester you'll find yourself praying that the course coordinators would somehow find a way to meet up and let each other know that they have planned to give the students at least 5 presentation assignments during the 12-week courses. But as usual, you'll end up getting 5 presentation assignments for EACH subject, and can't stop wondering whether the actual professors were kidnapped and replaced by aliens planning to take over the world.
1. You reign (almost) the whole part of South Spine, well, excluding the part where other students from many different courses invade your classes, and spend hours to do presentation dry run
2. People are very friendly, and think that asking as many as 10 questions when you're presenting is a nice gesture
3. When you wear a certain type of clothing, and are the only one who wears that in your course specialization, it will be almost impossible to snuck in a classroom when you're late, without causing such a hoo-ha.
4. The lifts are interesting. Sometimes you just have to take them to go to B3 from B2, and find yourself half-mashed during the journey.
5. Most of NBS students think that 6-hour meeting is a new form of sport, especially the one involving mouth-contraction and half-sleeping in between.
6. You get to wear high heels, and sometimes will break one of the heels during a walk back hall, only to find out later that repairing the heels will cost as much as twice the whole pair of shoes.
7. There are 3 types of students, they who are lucky enough to enrolled in double major and whose names listed in the Dean's list, they, who are equally lucky to get enrolled in double major, and...they, who are also lucky to get their names listed....in the attendance list.
8. It is a miracle how we (until now) can get the projects done while doing it half-sitting and half-standing in the jammed free access lab.
9. It always takes at least 3-hour nap after each exam to stop the smokes coming from your head.
10. In the beginning of each semester you'll find yourself praying that the course coordinators would somehow find a way to meet up and let each other know that they have planned to give the students at least 5 presentation assignments during the 12-week courses. But as usual, you'll end up getting 5 presentation assignments for EACH subject, and can't stop wondering whether the actual professors were kidnapped and replaced by aliens planning to take over the world.
Saturday, April 07, 2007
Reading List
Please ignore the picture. it is just my sick fancy to put any picture on my posting, related or unrelated. :P
So this is my reading list:
1. Frankenstein check
2. The Moonstone check
3. Mansfield Park reread
4. Great Expectations a couple of pages, hundreds to go
5. Ivanhoe less than 50 pages more
6. Vicar of the Wakefield scanned through only, need reread.
7. Mrs. Dalloway reread
8. The Sounds and The Fury haven't even bought the book (just yet)
9. The Portrtait of An Artist as a Young Man need to reread
10. The Tenant of Wildfell Hall have to finish reading...sort of just scanned through.
In sort....so many things to read, which is...fun. Ermm...maybe :)
Best,
Adilla
Thursday, April 05, 2007
I Rest My Case
Found an article here.
Poor people! I weep for you, and really, even though weighing more than average could cause any health issues, it is not our job to be thin.
There is almost nothing people can do against prejudice. Like whether you should not have a darker complexion of less than average height. Well, society could wish its women to have bodies of a woman, but sizes and skins of a girl not older than 17 years old but who can? No wonder we're failed, we're (thankfully!) not ROBOT.
Smile, ladies :).
Subscribe to:
Posts (Atom)