Friday, April 20, 2007

Upon Request :)


Quote from Nyo: Yang paling dekat dengan kita adalah kematian, yang paling jauh dengan kita adalah masa lalu, yang paling besar adalah nafsu, yang paling tajam adalah lidah, yang paling berat adalah amanah dan yang paling ringan adalah meninggalkan sholat.

Pencuri Hujan
Hujan, hujan kenapa tak pernah kau datang? Ia mencuri bimbang, mengundang berang, memanggil sayang. Gadis itu bernyanyi lagi dalam tidurnya. Ingin ia meminum hujan, menyerakkannya lagi ke dalam kendi-kendi air yang tak pernah penuh terisi. Rintik namanya, Rintik panggilannya.
Tidak ada yang tahu nama aslinya. Setiap orang akan tersenyum, mengelus dada, bahkan menawarkan payung ketika Rintik mulai menari di kala hujan. Tidak ada yang sanggup mengalahkan senyuman itu, bahkan sang matahari sekalipun. Rintik akan berbicara dengan rintik hujan yang memukul-mukul genderang tanah kuat-kuat dengan bahasanya sendiri. Dan jika ia lelah, hanya waktu yang sanggup memulihkan Rintik. Hanya waktu.
Dulu, dulu sekali, mungkin air susu ibunda Rintik telah tercampur dengan cairan semesta itu, memabukkannya dan mengingatkan bayi mungil itu akan asal-usulnya, saat gumpalan darah itu masih berupa sebongkah daging tak bernyawa, saat janji untuk bertakwa tertutur di hadapan-Nya. Sungguh Rintik dan hujan tak pernah terpisahkan.
Tapi kali ini pencuri Hujan sungguh telah berulah dan mengesalkan hati Rintik. Ia kehausan, ia kepanasan, ia kegerahan. Tak ada yang lebih mengesalkan Rintik daripada kumpulan awan hitam yang tak melahirkan hujan. Tak setetespun sempat mengenai tenggorokan Rintik sedari kemarin. Kakinya telah lelah mencari hujan, sementara awan yang ia tanyai hanya menggeleng, walaupun mereka iba melihat keadaan Rintik.
Rintik menaiki kereta pelangi, bergumam sendiri dalam tidurnya. Hujan, kemanakah engkau? Bahkan hanya butirannya pun akan memuaskan tangan mungil itu, untuk menggenggamnya, merasakan celah-celah itu menelusup ke sela-sela telapaknya. Tapi hingga pemberhentian terakhir kereta pelangi, tidak ada hujan sama sekali. Rintik kecewa, sungguh sangat kecewa.
Dulu Rintik pernah mendengar kisah tentang samudera, dengan anak-anak benua di sekelilingnya. Betapa samudra iu berkorban, menelan segenap racun yang diteteskan makhluk bernama manusia. Membiarkan tubuhnya ditoreh dan dikotori, dicemari dan warna itu pudar dan tergantikan. Membiarkan kesuciannya dipertanyakan, dan wujudnya ditertawakan. Rintik selalu meneteskan air mata setiap kali mendengar kisah Samudra.
Ketika banjir tiba, Rintik tahu hujan tengah menikmati momennya. Ia takkan pernah membalas dendam, seperti apapun kerusakan terjadi di muka bumi ini. Hujan hanya ingin menunjukkan dirinya, yang telah lama terkubur jauh dari ingatan manusia, bahwa derapan lembutnya pun bisa menjadi hantaman tak terduga. Bahwa kelembutannya pun menyimpan kekuatan sunyi yang bisa membahayakan.
Kali ini Rintik benar-benar mengelus dada. Mungkinkah hujan telah lelah dan malas bertandang biarpun hanya untuk menyapanya? Kesalkah hujan karena manusia tidak pernah sedikitpun melambaikan tangan kepadanya ketika ia bertamu di rumah-rumah mereka? Ataukah hujan telah takut pada caci maki manusia yang terucap ketika banjir datang? Tak tahukah hujan, bahwa pada saat ia datang, Rintik tidak hanya bermain-main tetapi berdoa sepuas-puasnya agar doanya terkabulkan?
Rintik masih begitu kecewa, ketika akhirnya beberapa hari kemudian tersiar kabar bahwa hujan telah dicuri oleh Sang Pencuri Hujan, yang mengancam akan menghadiahkan Halilintar dan Petir jika ada yang berani mengambil kembali hujan darinya. Betapa Rintik terkejut! Ia tak mungkin hidup tanpa hujan, begitupun makhluk hidup di sekelilingnya. Rintik harus mengambil kembali hujan, harus.
Perjalanan Rintik mencari hujan pun mulailah. Betapa tubuh kecil nan lemah itu berusaha tegak meskipun kadang diombang-ambingkan angin yang menggodanya. Kadang ia terpekik kagum melihat pemandangan di sekelilingnya, kadang pula rapat matanya terpejam karena ia begitu ketakutan. Rintik tahu hujan tak mungkin disembunyikan di hutan. Karena ia telah menjelajah hingga kakinya lelah, sembari berteriak-teriak memanggil nama hujan, tetapi yang membalas hanyalah gema dan gaung.
Beberapa kali Rintik harus berhenti dan bertanya, menanyakan jejak-jejak hujan pada langit yang menaungi tempat yang dilewatinya. Awan-awan menggeleng, tetapi karena mereka merasa iba, sering kali beberapa menawarkan tetes-tetes hujan yang masih mereka miliki, memuaskan dahaga Rintik yang telah lelah berjalan hingga kedua kakinya tak sanggup lagi bergerak.
Mungkin Rintik adalah perwujudan gadis penjual korek api, yang terus menerus menyalakan koreknya di tengah udara dingin seraya membayangkan aneka macam kesenangan yang tak pernah didapatkannya, atau yang dahulu bisa ia dapatkan tapi tidak lagi kini. Ya, Rintik membayangkan betapa bahagianya jika ia dan hujan bisa bertemu lagi, dimana jiwa mereka berpelukan dan bersatu dalam satu tarian bumi, yang takkan mampu ditirukan siapa saja.
Rintik tertunduk mengamati tanah di bawah telapak kakinya, yang telah jatuh sakit karena rindu pada hujan. Bagaimana mereka akan bertahan dan menghibur tanaman-tanaman yang ada berpijak kuat pada mereka jika kini mereka hanya terkulai lemas? Rintik tahu bunga-bunga tidak akan bisa menyanyikan nyanyian musim mereka jika tanah yang menopang mereka jatuh sakit.
Rintik terus menerus berjalan, melewati beberapa oasis yang mengobati fatamorgananya. Melalui bukit-bukit dengan batu-batu tajam yang siap menggores kakinya. Tubuh kecil itu terus berjalan, mencari Pencuri Hujan yang menyekap hujan di guanya. Sesekali Rintik berteriak, menyerukan nama hujan sehingga segala makhluk di sekelilingnya terjaga, dan menyemangati Rintik karena mereka juga merindukan hujan.
Itulah dia. Sang Pencuri Hujan. Rintik tak mampu berkata-kata. Segala ucapan yang disimpannya kini terlarut begitu saja di tenggorokan, tak mampu mengalir keluar dari bibirnya. Pencuri Hujan tersenyum, dan seolah sudah tahu maksud kedatangan Rintik, hanya menyilakan gadis itu masuk ke tempat tinggalnya. Rintik menurut, segenap inderanya kini sudah tak mampu melawan lagi.Teringat ia akan kabar burung bahwa Pencuri Hujan akan menghadiahkan Petir dan Halilintar bagi siapapun yang berani mengambil kembali hujan. Tapi tak ada tanda-tanda bahwa Pencuri Hujan akan melakukan itu. Senyum malah tak pernah lepas dari dirinya.
“Rintik, hujan telah sangat bahagia disini, aku meragukan dia akan mau pulang.”
“Percayalah Pencuri Hujan, hujan akan lebih bahagia jika ia boleh menjadi perantara kehidupan, membantu memberi nafas pada teman-teman, berdansa dan menari kembali, menyatukan jiwanya dengan angin semilir.Dahulu hujan sangat bahagia.”
“Dahulu, Rintik. Tak dapatkah kaudengar erangannya di sela-sela senyumnya? Air matanya di balik tawanya? Kalian tak akan mampu merawat hujan. Biarlah mereka merengek terlebih dahulu, biarlah ketiadaan hujan membuka mata mereka yang dahulu dibutakan oleh keegoisan mereka. Hujan akan tetap ada disini.”
Perdebatan Rintik dan Pencuri Hujan berlangsung sangat lama, hingga akhirnya Pencuri Hujan melepaskan hujan dengan mengajukan syarat, bahwa hujan harus dirawat baik-baik, didengarkan nyanyiannya dan dicintai kehadirannya. Rintik sangat bersuka cita. Digamitnya tangan hujan untuk diajak kembali ke negerinya, negeri tempat dimana manusia-manusianya akan berdoa dan mengucap syukur saat hujan kembali menyapa.
Rintik tersentak kaget dari tidurnya. Bus yang ia tumpangi sudah sampai di terminal tujuan. Kenyataannya telah menyentakkannya dari mimpi yang sedemikian indah. Mimpi bagi penghuni negeri dimana kekeringan telah berbulan-bulan melanda. Mimpi seorang gadis pecinta hujan yang kini harus berjuang sendirian. Mimpi.

4 comments:

Apret said...

MASYA ALLAHHH, INDAH BANGET INI PROSA !!!!!

Aduh duh dil dil, ajarin duunkz. I smell chastity and pureness in every work u've done ^0^.Gimana toh biar pikiran 'bersih' dan tema tulisan juga 'bersih' dan 'indah' (dan nggak psycho >_<) ?

Bikin tips nulis di blog ini dunkz dil

Adilla said...

Hue...Amien...makasih Yu :D. Walah, aku malah gak bisa bikin plot, tiap kali jalan ceritanya sama, huhuuh...mesti belajar dari kamu :). Gak psycho kok, btw dah baca yang tulisan gunman di Virginia-tech? Aku pengen baca takut, katanya "disturbing".Huhuhu...
Anyway, ntar kalo ada yang menarik kupos :D. Thanks dah comment :)

Reza de Bhro said...

Setelah nge-klik di semua tempat, akhirnya nyadar juga kalo bintang ketiga itu tombol buat kesini.

Btw yah.... meninggalkan shalat kan udah berat juga, tapi kenapa kok paling ringan? Bisa dijelaskan?

@Apret
Mao pikiran bersih? Mampir lagi aja ke museum yang entu tuh....

Adilla said...

Ringan disini maksudnya gampang Bhro, karena mudah buat manusia buat meninggalkan kewajiban itu :). Makasih dah mampir ya, navigasinya emang ngebingungin :P.