Tuesday, January 22, 2008

The Dreamer

Just a little something I wrote for Mekar. Hope you like it :)

Tahun Baru Hijriyah, dan Telaah Kemampuan Untuk Bersyukur dan Bermimpi

"Memang sebenarnya putaran zaman itu menakjubkan, sekali waktu engkau akan mengalami keterpurukan, tetapi pada saat yang lain engkau memperoleh kejayaan."

(Imam Syafii)

Sejarah Tahun Hijriah
Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar (bulan) yang disesuaikan dengan matahari. Pada saat itu, tahun baru (Ra's as-Sanah = "Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September.

Setelah tahun 638, yaitu setelah Rasullullah SAW meninggal dunia, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy`ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang menyatakan bahwa surat-surat yang dikirim selama ini memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Gubernur Abu Musa berpendapat sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun.


Khalifah Umar setuju dengan usulan tersebut dan membentuk panitia, terdiri dari Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib, Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan Zubair ibn Awwam. Setelah bermusyawarah, akhirnya usul dari Ali ibn Abi Taliblah yang diterima, yaitu memakai tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah ('Am al-Hijrah, 622 M). Ketika itu Ali bin Abi Thalib ra mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Alquran sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladzina hajaru). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriyah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.

Maka, Khalifah Umar ibn Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriyah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi).Kalender Hijriyah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriyah pelan-pelan menyamai angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriyah.

Kemampuan untuk Bersyukur

Tahun datang dan pergi, setiap saatnya memberi kesempatan bagi kita untuk menelaah ulang keberadaan kita sebagai khalifah, manusia penghuni bumi ini. Dalam setiap tahunnya, seiring dengan bertambahnya usia, mungkin akan semakin sulit juga bagi kita untuk menjaga agar udara kehidupan kita tetap jernih, dan 'kacamata' yang kita pakai tetap bersih. Tahun baru menjadi uatu ajang yang tepat bagi kita, untuk kembali menyadari, bahwa dalam jatuh bangunnya, ada nikmat khusus yang dianugerahkan Allah kepada makhluknya, suatu kemampuan yang bila terus menerus dijaga secara konstan memberikan kebahagiaan dalam hati: kemampuan bersyukur.

Kemampuan bersyukur membuat kita bisa menganalisa setiap masalah dengan lebih adil, membuat segala sesuatu yang terjadi, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, tidak akan kita sesali. Kemampuan bersyukur, sekali lagi, membawa kita pada suatu obyektivitas, bahwa manusia adalah makhluk yang duduk sama rendah berdiri sama tinggi, dengan hanya ketakwaan sebagai pembeda di hadapan Allah SWT. Kemampuan bersyukur, insya Allah, akan mampu mengantar kita pada kehidupan tanpa penyesalan. Life without regret in it. Suatu kehidupan dimana, ketika kita nyaris sampai pada akhirnya, kita bisa melihat ke belakang, dan kembali bersyukur atas setiap detiknya. Insya Allah.

"Maka bermimpilah, maka Tuhan pun akan memeluk mimpi-mimpi itu.” (Arai, dari buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata)

Kemampuan untuk Bermimpi

Tahun baru hijriah ini kembali menjadi kesempatan bagi kita, untuk meningkatkan kemampuan untuk bermimpi. Bermimpi, berusaha, berdoa. Suatu siklus yang tak terelakkan dalam proses kehidupan. Bermimpi membuat kita tetap 'hidup', membuat suatu buku teks yang sulit dan membosankan menjadi lebih mudah dicerna, membuat kita tetap bisa bangun pagi dengan tersenyum setiap harinya, membuat saat-saat yang mungkin tak menyenangkan dalam hidup menjadi lebih mudah kita lewati. Karena mimpi-mimpi itu menjanjikan untuk hari yang lebih baik dari kemarin. Kemampuan untuk bermimpi telah membuat sesuatu yang sepertinya tidak mungkin menjadi mungkin, karena harapan yang ditumbuhkan mimpi itu berumur panjang, selama ia dipupuk dengan usaha dan doa.

Dua kemampuan ini, kemampuan untuk bersyukur dan berdoa, melengkapi satu sama lain. Kemampuan bermimpi membuat kehidupan lebih berwarna, dan mungkin kadang mampu melambungkan kita dengan harapan-harapan yang timbul karenanya, sementara kemampuan bersyukur membuat kita tetap mampu menjejak ke tanah dan menerima kenyataan, bahwa kadang ada saat dimana keinginan kita belum bisa tercapai, setidaknya untuk saat ini. Insya Allah J

Selamat tahun baru 1429 Hijriah!



Referensi:

Republika Online (www.republika.co.id)

No comments: