Assalamualaikum,
sedikit introduction, kenapa tiba-tiba saya nulis cerita seperti ini? Udah lumayan lama sebenernya, dan Alhamdulillah, atas kebaikan Bapak K.Atmodjo dari Cerita Kita, cerpen ini bisa dimuat di edisi April 2006. The credit goes to the source of my inspiration, gak bisa disebutin disini, but I'm thankful for all those memories that I have, it's better than nothing. And believe it or not, kalau orang bilang hampir semua tulisan itu adalah pengalaman penulisnya, yang ini...cuma sedikit terinspirasi:P. Yah, potongan-potongan ingatan yang masih rapi tersimpan aja :). Enjoy!
LIBURAN KALI INI
Putri mengemasi pakaian ke dalam tasnya dengan gembira.Bibirnya yang mungil sedari tadi asyik bersiul-siul pertanda ia sedang bergembira.Baju, pakaian dalam, handuk, obat-obatan, perlengkapan mandi, alat rias….Ia sibuk merinci apa saja yang akan dibawanya.
”Sudah siap, Put?” Mama muncul dari balik pintu kamar.”Nggak ada yang ketinggalan?” Mama duduk di tempat tidur dan ikut membantu Putri melipat dan memasukkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk liburan kali ini.
“Lho, mana kaus kaki dan selimutmu, Put? Bawa dong, nanti disana kamu kedinginan.” Mama menegurnya setelah memeriksa semua bawaan Putri.
“Oh iya, Ma! Untung Mama ingatkan. Putri hampir lupa.” Putri menepuk keningnya sendiri, lalu bergegas mengambil selimut dan kaus kaki dari lemari.
”Disana kan dingin, nanti kalau alergimu kambuh bagaimana?” Mama mulai mencereweti anak perempuan satu-satunya itu. “Tenang aja, Ma.Putri udah sedia semua yang perlu dibawa, kok.Udah bawa obat alergi juga.”
Putri hari ini akan pergi untuk acara perpisahan kelasnya.Ia sudah tak bisa tidur dari semalam membayangkan asyiknya pergi berjalan-jalan ke luar kota. Apalagi sahabat-sahabatnya juga ikut.Demikian juga Dewa, anak cowok sekelas yang sudah lama ditaksir Putri.
”Put, lo ikut, kan?” Rena sudah sibuk memperingatkan Putri akan acara mereka jauh-jauh hari.”Jadi, dong!” Putri tersenyum.Senang juga ia akhirnya berhasil merayu Mama untuk mengizinkan mengikuti acara perpisahan%LIBURAN KALI INI
Putri mengemasi pakaian ke dalam tasnya dengan gembira.Bibirnya yang mungil sedari tadi asyik bersiul-siul pertanda ia sedang bergembira.Baju, pakaian dalam, handuk, obat-obatan, perlengkapan mandi, alat rias….Ia sibuk merinci apa saja yang akan dibawanya.
”Sudah siap, Put?” Mama muncul dari balik pintu kamar.”Nggak ada yang ketinggalan?” Mama duduk di tempat tidur dan ikut membantu Putri melipat dan memasukkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk liburan kali ini.
“Lho, mana kaus kaki dan selimutmu, Put? Bawa dong, nanti disana kamu kedinginan.” Mama menegurnya setelah memeriksa semua bawaan Putri.
“Oh iya, Ma! Untung Mama ingatkan. Putri hampir lupa.” Putri menepuk keningnya sendiri, lalu bergegas mengambil selimut dan kaus kaki dari lemari.
”Disana kan dingin, nanti kalau alergimu kambuh bagaimana?” Mama mulai mencereweti anak perempuan satu-satunya itu. “Tenang aja, Ma.Putri udah sedia semua yang perlu dibawa, kok.Udah bawa obat alergi juga.”
Putri hari ini akan pergi untuk acara perpisahan kelasnya.Ia sudah tak bisa tidur dari semalam membayangkan asyiknya pergi berjalan-jalan ke luar kota. Apalagi sahabat-sahabatnya juga ikut.Demikian juga Dewa, anak cowok sekelas yang sudah lama ditaksir Putri.
”Put, lo ikut, kan?” Rena sudah sibuk memperingatkan Putri akan acara mereka jauh-jauh hari.”Jadi, dong!” Putri tersenyum.Senang juga ia akhirnya berhasil merayu Mama untuk mengizinkan mengikuti acara perpisahan kali ini.Maklum, Putri anak perempuan satu-satunya yang selalu dikhawatirkan Mamanya.Kepergian Putri kali ini juga lantaran ia berhasil membujuk Mama dengan rayuan mautnya, kalau tidak, sudah pasti Putri tidak akan bisa ikut acara perpisahan kelas kali ini.
“Pak Karno udah dateng, Ma?” Putri menanyakan sopir keluarga mereka itu. “Udah, tinggal nunggu kamu aja.Sarapan dulu, yuk! Mama udah bikin nasi goreng.” Putri mengikuti mamanya ke dapur.Bau nasi goreng buatan Mama yang lezat sudah menyambutnya begitu ia menarik kursi untuk makan.
“Hai Put!” Rena menyapanya tatkala Putri sudah sampai di gerbang sekolah.”Hai Ren.” Putri melambaikan tangan dan tersenyum sekilas, matanya sibuk mencari-cari, melempar pandangan ke kerumunan anak cowok yang sedang duduk-duduk di depan kelas-kelas.”Cari siapa, Put?” Rena mengikuti pandangan gadis itu dengan penasaran.
“Cari Dewa.Udah dateng belum dia?” Putri berkata dengan setengah berbisik.”Belum, biasalah Dewa, tukang ngaret.” Rena berkomentar cuek.”Mendingan ke kelas dulu, yuk, foto-foto sebentar mumpung lo udah dandan begini.” Rena menggiring sahabatnya menuju kelas yang sudah ramai.
“Ren, lo nggak bilang kalo Nina ikut?”Suara Putri meninggi ketika melihat seorang gadis cantik berambut panjang yang sedang duduk-duduk di depan kelas. “Kenapa gue harus bilang?” “Aduh, lo nggak tahu aja kalo gue nggak suka sama dia!” Putri menatap diam-diam gadis langsing berambut panjang yang cantik itu.Memang Nina seorang gadis yang agak sombong dan judes, sering meremehkan orang lain.Bukan itu saja sebenarnya.Nina juga saingan berat Putri dalam memperebutkan Dewa.
“Put, biarpun dia saingan elo ngerebutin Dewa, bukan berarti dia nggak boleh ikut, dong?” Widya yang sedari tadi diam ikut berkomentar.Gadis pendiam itu memang tidak suka ribut-ribut.“Gue nggak bilang begitu, cuma gue nggak suka kalo dia ikut.” Putri menggigit bibirnya dengan kesal.Matanya menatap Nina yang sedang berjalan mendekat kearah mereka.
“Hai Put.Gue sangka lo nggak ikut? Bukannya nyokap lo nggak ngebolehin elo pergi?” Nina tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. “Oh, sayang dugaan elo salah, Nin.
Nyokap gue ngebolehin gue pergi, kok.” Putri berusaha menjawab dengan santai.”Oh, gue kira nyokap lo masih memperlakukan lo kayak anak umur lima tahun yang belum bisa ngapa-ngapain.Bukannya biasanya gitu?” Nina menyindir tajam.Widya cepat-cepat meraih tangan Putri yang terkepal dan membimbing gadis itu menjauhi Nina.
“Wid, lepasin gue.” Putri menarik tangannya dari genggaman Widya.”Gue lepasin asal lo janji lo nggak bakalan berantem sama Nina.” “Gue janji.Lagian nggak ada untungnya gue berantem sama dia.Bikin malu aja.” Putri menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengendalikan perasaannya.”Tapi dia emang keterlaluan, Wid.Dia nggak bisa seenaknya ngomong begitu ke gue!” “Sabar, Put. Pasti dia dapet balasannya nanti.”
”Put, daripada disini terus dan lo panas ngeliat kelakuan Nina, mendingan kita ke bis, yuk, beresin barang-barang sama ngelihat tempat duduk.” Rena berusaha mengalihkan perhatian.”Ayo deh, Ren.” Putri membiarkan gadis itu menarik tangannya.
Mereka bertiga menuju bus wisata yang sudah terparkir di halaman sekolah dan memilih tempat duduk.”Ren, gue di samping elo, ya?” Rena berpaling pada Putri yang meletakkan tasnya pada bangku di deretan kanan.”Boleh, asal lo tahan aja.” “Tahan apa?” “Gue pasti tidur kalo di mobil, dan elo mesti tahan berisik kalo gue mendengkur.” Rena tersenyum jahil. “Tenang aja, Ren, gue bawa walkman buat nutupin kuping gue, kok.” Putri menimpuk bahu sahabatnya dengan syal yang ia bawa sambil tertawa.Ia tahu Rena cuma bergurau.
“Huahm…” “Ssst…bangun, Ren! Udah nyampe!” Dengan gerakan kasar Putri mengguncang bahu Rena yang masih pulas tertidur.”Aduh, ada apa sih Put?” Rena membuka matanya separuh.”Udah waktunya makan?” “Kita kan makan di vila! Udah nyampe, nih.Entar lo nggak kebagian makanan, lho.” Putri bersiap-siap meninggalkan Rena di bis yang mulai sepi, memaksa gadis itu membuka matanya.”Iya, gue bangun! Duh, galak bener sih elo, Put? Udah kayak nyokap gue di rumah.” Putri tertawa.
Berdua mereka membawa tas berisi pakaian yang cukup berat ke vila itu.”Put, gak nyesel gue kesini, pemandangannya bagus banget.” Rena mengedarkan pandangannya, melihat sekeliling vila.Memang indah, gunung yang tampak kebiruan dari kejauhan, bangunan vila yang sederhana namun anggun, dengan halaman luas ditumbuhi rumut-rumput rapi teratur.
Putri berhenti sejenak, melemaskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku sepanjang perjalanan tadi.Ia mengeluarkan kamera sakunya dan langsung membidik dengan cekatan, mengambil beberapa foto. ”Iya, Ren.Untung gue bawa kamera, bisa dapet banyak foto bagus, nih.”
“Sebenernya lo bawa kamera buat motret Dewa, kan? Ngaku aja, Put.” Rena memonyongkan bibirnya, mulai kambuh keisengannya.”Iya, tapi gue nggak tahu dia mau atau nggak.” “Masa difoto aja nggak mau, sih? Sombong banget tu anak!” Rena membelalakkan matanya tak percaya.”Bukan masalah sombong atau nggak, coba kalo lo liat tadi di bis, dia akrab banget sama Nina.” “Dia kan cowok yang baik, Put.Emang biasa terlalu ramah ke cewek, jadi orang sering salah paham.Dan lo tahu sendiri Nina kayak apa.” Rena mengutarakan pendapatnya.
“Hoi! Pada ngobrol aja! Udah dapet kamar, belum?” Iqbal sang ketua kelas menegur mereka berdua dengan sewot. Maklum, ia memang bertanggung jawab atas pembagian kamar mereka. “Boleh nggak gue lihat daftarnya, Bal?” Iqbal mengulurkan lembaran kertas yang dipegangnya.Putri mengamati daftar itu sejenak.”Gue di ruang dua aja, deh.” “Ruang dua udah penuh, tuh.Kalau mau di ruang tiga aja.” Iqbal menelusuri daftar itu sekali lagi dengan jemarinya, mencoba memeriksa.
”Masa, Bal? Nggak ada tempat buat kami?” Rena yang sedari tadi diam ikut bicara. “Kayaknya nggak, tuh, tapi coba tanya aja yang lain dulu, mungkin ada yang mau tukeran.Tapi kayaknya nggak bisa, deh.Udah fixed tempatnya.” Iqbal berpaling ke arah lain.”Ayo, ayo, siapa yang belum dapet kamar? Buruan ke gue!”
“Yah, Ren, gimana nih?” Putri bertanya dengan gelisah.”Gue sih nggak apa-apa, Put.Emang kenapa?” “Lo lihat, dong, tadi tuh Nina juga di ruang tiga!” Rena menggigit bibirnya.”Ya udahlah Put.Mau gimana lagi? Nggak apa-apalah, cuma sekamar doang.”
Putri cemberut.Ah, kenapa liburan yang sudah ditunggu-tunggunya jadi runyam begini? Tahu begitu lebih baik ia tidak usah ikut!
Pesta jagung bakar dimulai malam itu.Anto yang jago bermain gitar langsung didaulat menyumbangkan sebuah lagu.Putri ikut bernyanyi.Kekesalannya akibat kejadian siang tadi sudah mulai berkurang.”Suara kamu bagus, Put.” Sebuah suara yang sudah dikenalnya tiba-tiba terdengar sangat dekat di telinga Putri Ia mendongak dan tiba-tiba saja nyanyian Putri langsung terhenti begitu melihat sosok Dewa yang tinggi tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
“Eh, Dew.Ngagetin aja.nggak, suaraku biasa aja, kok.Kamu nggak ikut nyanyi?” Putri menggeser duduknya sedikit, membiarkan Dewa duduk di sampingnya.”Nggak.Suaraku jelek, nanti mereka pingsan semua.” Dewa tertawa. Putri diam-diam mengamati figur cowok idamannya ini.Hidung yang mancung, alis yang tebal, senyum yang kekanak-kanakan…
“Put, kok nggak ngelanjutin nyanyi? Gue ganggu elo, ya, kalo disini?” Putri tergeragap.”Ah, nggak Dew, nggak apa-apa, kok.” Mereka berdua terdiam.”Anto jago banget main gitarnya, ya?” Putri berusaha membuka percakapan.Anto sudah memetik gitarnya lagi dan memainkan lagu lain.Tanpa terasa Putri menggerak-gerakkan kakinya mengikuti irama lagu itu.”Iya.Kamu suka cowok yang bisa main gitar?” Dewa menatap mata Putri dalam-dalam, membuat bibir gadis itu seperti terkunci dan sulit bicara.
“Nggak harus bisa, sih.Tapi…sebenernya aku pengen ada orang yang nembak aku sambil main gitar, dan nyanyiin love song buatku.” Wajah Putri memerah, ia baru sadar telah bicara terlalu terus terang pada Dewa.”Beneran? Wah, kamu romantis juga, ya?”
Putri tertawa, ketegangannya mencair seketika.Putri dan Dewa mengobrol lagi tanpa menyadari ada sepasang mata yang berkilat-kilat penuh amarah melihat keakraban mereka.
“Lo jangan macem-macem ya Put!” Mata Nina berkilat-kilat penuh amarah saat mereka ada di kamar tidur malam itu. “Macem-macem gimana?” Putri berusaha tetap tenang, walaupun darahnya sudah mendidih melihat tingkah laku Nina. “Jangan berlagak bego, lo! Lo ngobrol apa aja sama Dewa kemarin?” Suara Nina meninggi.”Nggak ngobrol apa-apa, cuma soal musik, kok.”
Nina menghela nafas kesal.”Beneran, lo nggak ngomongin yang lain lagi?” Suara Nina masih penuh kecurigaan, tapi nadanya mulai melunak.”Nggak, kalo lo nggak percaya lo boleh tanya Dewa.” Nina beranjak pergi ketika melihat Widya dan Rena yang berjalan mendekati mereka.Wajahnya yang cantik masih cemberut.
“Ada apa, Put?” Rena mendekati sahabatnya dengan mata terpicing.Ia tahu pasti maksud Nina tadi bukan untuk beramah tamah atau mengobrol dengan Putri.”Biasalah, apa lagi yang bisa bikin Nina kayak gitu?” Putri memakai sandalnya, lalu berdiri dan berjalan di atas halaman rumput yang tertata rapi, membiarkan Widya dan Rena tergesa-gesa bangkit untuk mengikutinya.
“Soal Dewa lagi?” “Iya, Wid, kayaknya dia sewot banget sama gue gara-gara gue ngobrol sama Dewa kemarin malam.” “Gue juga ngeliat elo ngobrol sama Dewa, ngomongin apa aja sih, Put?” Rena bertanya dengan penasaran. Putri mengangkat bahu.”Nggak ngomongin apa-apa, cuma soal musik.” “Biarpun nggak ngobrolin apa-apa itu kan kemajuan, Put?” “Iya sih, tapi nggak ada pengaruhnya, gue yakin dia tetep suka sama Nina.” Putri menunduk, wajahnya sedih.
”Ah, udahlah Put! Nggak ada gunanya elo sedih gitu. Kita makan, yuk! Baru beres-beres buat pulang.”Widya berusaha menghibur sahabatnya.Putri mengangguk dan meneruskan langkah ke muka depan vila.Matanya sempat mencuri pandang ke arah Dewa yang asyik bermain catur di pondok kecil bersama teman-temannya.
“Put, jangan bengong aja, dong.” Rena menyodorkan sekaleng jus jeruk ke Putri.”Mau minum?” “Nggak Ren, makasih. Gue nggak haus.”Rena mengangkat bahu, lalu meminum jus itu sendiri.Putri melemparkan pandangan ke luar jendela, berpura-pura asyik menyaksikan pemandangan di sepanjang jalan.
Suasana bus itu ramai sekali. Beberapa anak memainkan gitar yang mereka bawa, sebagian bernyanyi, dan ada yang menyumpal kuping dengan walkman atau discman yang dibawa dari rumah. Putri termenung sedari tadi, menyumpal kupingnya dengan walkman, tapi tidak mendengarkan satu lagu pun.Ah, sedih sekali rasanya. Setelah ini ia pasti jarang sekali bertemu dengan Dewa karena mereka tidak sekelas.
“Teman-teman, dengerin nih.Dewa mau nyanyi sebuah lagu, yang dipersembahkan buat pujaan hatinya!” Roni si badut kelas sibuk mengoceh. Dewa yang ada di sampingnya tersenyum-senyum, membiarkan Roni berteriak-teriak.
“Yang pake walkman, pake discman, lepas dulu.Rugi lho kalo nggak dengerin!” Sekali lagi Roni berteriak. Rena menarik lepas earphone dari telinga Putri.”Ada apa, Ren?” Putri mengerutkan kening, merasa sedikit terganggu.”Lepas dulu walkman lo! Dewa mau nyanyi!” “Ah, masa?” Putri cepat-cepat melepas earphonenya.
Dewa tersenyum.”Lagu ini, gue persembahkan untuk seseorang yang sebenarnya sudah lama gue sayangi, tapi gue nggak tahu dengan cara apa gue bisa menyatakan perasaan gue, dan tiba-tiba, tanpa gue minta dia udah ngasih jawabannya ke gue.” Dewa memetik gitarnya dan mulai bernyanyi, tiba-tiba saja suasana hening.Hanya terdengar suara berat Dewa yang melantunkan lagu cinta favorit Putri.
“Untuk orang yang sangat gue sayangi, Pramudita Saputri.” Dewa menyudahi permainannya dengan satu kalimat itu.Seluruh penumpang bus bertepuk riuh.Wajah Putri langsung memerah. Tiba-tiba saja liburan kali ini terasa begitu berkesan baginya.
Putri mengemasi pakaian ke dalam tasnya dengan gembira.Bibirnya yang mungil sedari tadi asyik bersiul-siul pertanda ia sedang bergembira.Baju, pakaian dalam, handuk, obat-obatan, perlengkapan mandi, alat rias….Ia sibuk merinci apa saja yang akan dibawanya.
”Sudah siap, Put?” Mama muncul dari balik pintu kamar.”Nggak ada yang ketinggalan?” Mama duduk di tempat tidur dan ikut membantu Putri melipat dan memasukkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk liburan kali ini.
“Lho, mana kaus kaki dan selimutmu, Put? Bawa dong, nanti disana kamu kedinginan.” Mama menegurnya setelah memeriksa semua bawaan Putri.
“Oh iya, Ma! Untung Mama ingatkan. Putri hampir lupa.” Putri menepuk keningnya sendiri, lalu bergegas mengambil selimut dan kaus kaki dari lemari.
”Disana kan dingin, nanti kalau alergimu kambuh bagaimana?” Mama mulai mencereweti anak perempuan satu-satunya itu. “Tenang aja, Ma.Putri udah sedia semua yang perlu dibawa, kok.Udah bawa obat alergi juga.”
Putri hari ini akan pergi untuk acara perpisahan kelasnya.Ia sudah tak bisa tidur dari semalam membayangkan asyiknya pergi berjalan-jalan ke luar kota. Apalagi sahabat-sahabatnya juga ikut.Demikian juga Dewa, anak cowok sekelas yang sudah lama ditaksir Putri.
”Put, lo ikut, kan?” Rena sudah sibuk memperingatkan Putri akan acara mereka jauh-jauh hari.”Jadi, dong!” Putri tersenyum.Senang juga ia akhirnya berhasil merayu Mama untuk mengizinkan mengikuti acara perpisahan%LIBURAN KALI INI
Putri mengemasi pakaian ke dalam tasnya dengan gembira.Bibirnya yang mungil sedari tadi asyik bersiul-siul pertanda ia sedang bergembira.Baju, pakaian dalam, handuk, obat-obatan, perlengkapan mandi, alat rias….Ia sibuk merinci apa saja yang akan dibawanya.
”Sudah siap, Put?” Mama muncul dari balik pintu kamar.”Nggak ada yang ketinggalan?” Mama duduk di tempat tidur dan ikut membantu Putri melipat dan memasukkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk liburan kali ini.
“Lho, mana kaus kaki dan selimutmu, Put? Bawa dong, nanti disana kamu kedinginan.” Mama menegurnya setelah memeriksa semua bawaan Putri.
“Oh iya, Ma! Untung Mama ingatkan. Putri hampir lupa.” Putri menepuk keningnya sendiri, lalu bergegas mengambil selimut dan kaus kaki dari lemari.
”Disana kan dingin, nanti kalau alergimu kambuh bagaimana?” Mama mulai mencereweti anak perempuan satu-satunya itu. “Tenang aja, Ma.Putri udah sedia semua yang perlu dibawa, kok.Udah bawa obat alergi juga.”
Putri hari ini akan pergi untuk acara perpisahan kelasnya.Ia sudah tak bisa tidur dari semalam membayangkan asyiknya pergi berjalan-jalan ke luar kota. Apalagi sahabat-sahabatnya juga ikut.Demikian juga Dewa, anak cowok sekelas yang sudah lama ditaksir Putri.
”Put, lo ikut, kan?” Rena sudah sibuk memperingatkan Putri akan acara mereka jauh-jauh hari.”Jadi, dong!” Putri tersenyum.Senang juga ia akhirnya berhasil merayu Mama untuk mengizinkan mengikuti acara perpisahan kali ini.Maklum, Putri anak perempuan satu-satunya yang selalu dikhawatirkan Mamanya.Kepergian Putri kali ini juga lantaran ia berhasil membujuk Mama dengan rayuan mautnya, kalau tidak, sudah pasti Putri tidak akan bisa ikut acara perpisahan kelas kali ini.
“Pak Karno udah dateng, Ma?” Putri menanyakan sopir keluarga mereka itu. “Udah, tinggal nunggu kamu aja.Sarapan dulu, yuk! Mama udah bikin nasi goreng.” Putri mengikuti mamanya ke dapur.Bau nasi goreng buatan Mama yang lezat sudah menyambutnya begitu ia menarik kursi untuk makan.
“Hai Put!” Rena menyapanya tatkala Putri sudah sampai di gerbang sekolah.”Hai Ren.” Putri melambaikan tangan dan tersenyum sekilas, matanya sibuk mencari-cari, melempar pandangan ke kerumunan anak cowok yang sedang duduk-duduk di depan kelas-kelas.”Cari siapa, Put?” Rena mengikuti pandangan gadis itu dengan penasaran.
“Cari Dewa.Udah dateng belum dia?” Putri berkata dengan setengah berbisik.”Belum, biasalah Dewa, tukang ngaret.” Rena berkomentar cuek.”Mendingan ke kelas dulu, yuk, foto-foto sebentar mumpung lo udah dandan begini.” Rena menggiring sahabatnya menuju kelas yang sudah ramai.
“Ren, lo nggak bilang kalo Nina ikut?”Suara Putri meninggi ketika melihat seorang gadis cantik berambut panjang yang sedang duduk-duduk di depan kelas. “Kenapa gue harus bilang?” “Aduh, lo nggak tahu aja kalo gue nggak suka sama dia!” Putri menatap diam-diam gadis langsing berambut panjang yang cantik itu.Memang Nina seorang gadis yang agak sombong dan judes, sering meremehkan orang lain.Bukan itu saja sebenarnya.Nina juga saingan berat Putri dalam memperebutkan Dewa.
“Put, biarpun dia saingan elo ngerebutin Dewa, bukan berarti dia nggak boleh ikut, dong?” Widya yang sedari tadi diam ikut berkomentar.Gadis pendiam itu memang tidak suka ribut-ribut.“Gue nggak bilang begitu, cuma gue nggak suka kalo dia ikut.” Putri menggigit bibirnya dengan kesal.Matanya menatap Nina yang sedang berjalan mendekat kearah mereka.
“Hai Put.Gue sangka lo nggak ikut? Bukannya nyokap lo nggak ngebolehin elo pergi?” Nina tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. “Oh, sayang dugaan elo salah, Nin.
Nyokap gue ngebolehin gue pergi, kok.” Putri berusaha menjawab dengan santai.”Oh, gue kira nyokap lo masih memperlakukan lo kayak anak umur lima tahun yang belum bisa ngapa-ngapain.Bukannya biasanya gitu?” Nina menyindir tajam.Widya cepat-cepat meraih tangan Putri yang terkepal dan membimbing gadis itu menjauhi Nina.
“Wid, lepasin gue.” Putri menarik tangannya dari genggaman Widya.”Gue lepasin asal lo janji lo nggak bakalan berantem sama Nina.” “Gue janji.Lagian nggak ada untungnya gue berantem sama dia.Bikin malu aja.” Putri menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengendalikan perasaannya.”Tapi dia emang keterlaluan, Wid.Dia nggak bisa seenaknya ngomong begitu ke gue!” “Sabar, Put. Pasti dia dapet balasannya nanti.”
”Put, daripada disini terus dan lo panas ngeliat kelakuan Nina, mendingan kita ke bis, yuk, beresin barang-barang sama ngelihat tempat duduk.” Rena berusaha mengalihkan perhatian.”Ayo deh, Ren.” Putri membiarkan gadis itu menarik tangannya.
Mereka bertiga menuju bus wisata yang sudah terparkir di halaman sekolah dan memilih tempat duduk.”Ren, gue di samping elo, ya?” Rena berpaling pada Putri yang meletakkan tasnya pada bangku di deretan kanan.”Boleh, asal lo tahan aja.” “Tahan apa?” “Gue pasti tidur kalo di mobil, dan elo mesti tahan berisik kalo gue mendengkur.” Rena tersenyum jahil. “Tenang aja, Ren, gue bawa walkman buat nutupin kuping gue, kok.” Putri menimpuk bahu sahabatnya dengan syal yang ia bawa sambil tertawa.Ia tahu Rena cuma bergurau.
“Huahm…” “Ssst…bangun, Ren! Udah nyampe!” Dengan gerakan kasar Putri mengguncang bahu Rena yang masih pulas tertidur.”Aduh, ada apa sih Put?” Rena membuka matanya separuh.”Udah waktunya makan?” “Kita kan makan di vila! Udah nyampe, nih.Entar lo nggak kebagian makanan, lho.” Putri bersiap-siap meninggalkan Rena di bis yang mulai sepi, memaksa gadis itu membuka matanya.”Iya, gue bangun! Duh, galak bener sih elo, Put? Udah kayak nyokap gue di rumah.” Putri tertawa.
Berdua mereka membawa tas berisi pakaian yang cukup berat ke vila itu.”Put, gak nyesel gue kesini, pemandangannya bagus banget.” Rena mengedarkan pandangannya, melihat sekeliling vila.Memang indah, gunung yang tampak kebiruan dari kejauhan, bangunan vila yang sederhana namun anggun, dengan halaman luas ditumbuhi rumut-rumput rapi teratur.
Putri berhenti sejenak, melemaskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku sepanjang perjalanan tadi.Ia mengeluarkan kamera sakunya dan langsung membidik dengan cekatan, mengambil beberapa foto. ”Iya, Ren.Untung gue bawa kamera, bisa dapet banyak foto bagus, nih.”
“Sebenernya lo bawa kamera buat motret Dewa, kan? Ngaku aja, Put.” Rena memonyongkan bibirnya, mulai kambuh keisengannya.”Iya, tapi gue nggak tahu dia mau atau nggak.” “Masa difoto aja nggak mau, sih? Sombong banget tu anak!” Rena membelalakkan matanya tak percaya.”Bukan masalah sombong atau nggak, coba kalo lo liat tadi di bis, dia akrab banget sama Nina.” “Dia kan cowok yang baik, Put.Emang biasa terlalu ramah ke cewek, jadi orang sering salah paham.Dan lo tahu sendiri Nina kayak apa.” Rena mengutarakan pendapatnya.
“Hoi! Pada ngobrol aja! Udah dapet kamar, belum?” Iqbal sang ketua kelas menegur mereka berdua dengan sewot. Maklum, ia memang bertanggung jawab atas pembagian kamar mereka. “Boleh nggak gue lihat daftarnya, Bal?” Iqbal mengulurkan lembaran kertas yang dipegangnya.Putri mengamati daftar itu sejenak.”Gue di ruang dua aja, deh.” “Ruang dua udah penuh, tuh.Kalau mau di ruang tiga aja.” Iqbal menelusuri daftar itu sekali lagi dengan jemarinya, mencoba memeriksa.
”Masa, Bal? Nggak ada tempat buat kami?” Rena yang sedari tadi diam ikut bicara. “Kayaknya nggak, tuh, tapi coba tanya aja yang lain dulu, mungkin ada yang mau tukeran.Tapi kayaknya nggak bisa, deh.Udah fixed tempatnya.” Iqbal berpaling ke arah lain.”Ayo, ayo, siapa yang belum dapet kamar? Buruan ke gue!”
“Yah, Ren, gimana nih?” Putri bertanya dengan gelisah.”Gue sih nggak apa-apa, Put.Emang kenapa?” “Lo lihat, dong, tadi tuh Nina juga di ruang tiga!” Rena menggigit bibirnya.”Ya udahlah Put.Mau gimana lagi? Nggak apa-apalah, cuma sekamar doang.”
Putri cemberut.Ah, kenapa liburan yang sudah ditunggu-tunggunya jadi runyam begini? Tahu begitu lebih baik ia tidak usah ikut!
Pesta jagung bakar dimulai malam itu.Anto yang jago bermain gitar langsung didaulat menyumbangkan sebuah lagu.Putri ikut bernyanyi.Kekesalannya akibat kejadian siang tadi sudah mulai berkurang.”Suara kamu bagus, Put.” Sebuah suara yang sudah dikenalnya tiba-tiba terdengar sangat dekat di telinga Putri Ia mendongak dan tiba-tiba saja nyanyian Putri langsung terhenti begitu melihat sosok Dewa yang tinggi tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
“Eh, Dew.Ngagetin aja.nggak, suaraku biasa aja, kok.Kamu nggak ikut nyanyi?” Putri menggeser duduknya sedikit, membiarkan Dewa duduk di sampingnya.”Nggak.Suaraku jelek, nanti mereka pingsan semua.” Dewa tertawa. Putri diam-diam mengamati figur cowok idamannya ini.Hidung yang mancung, alis yang tebal, senyum yang kekanak-kanakan…
“Put, kok nggak ngelanjutin nyanyi? Gue ganggu elo, ya, kalo disini?” Putri tergeragap.”Ah, nggak Dew, nggak apa-apa, kok.” Mereka berdua terdiam.”Anto jago banget main gitarnya, ya?” Putri berusaha membuka percakapan.Anto sudah memetik gitarnya lagi dan memainkan lagu lain.Tanpa terasa Putri menggerak-gerakkan kakinya mengikuti irama lagu itu.”Iya.Kamu suka cowok yang bisa main gitar?” Dewa menatap mata Putri dalam-dalam, membuat bibir gadis itu seperti terkunci dan sulit bicara.
“Nggak harus bisa, sih.Tapi…sebenernya aku pengen ada orang yang nembak aku sambil main gitar, dan nyanyiin love song buatku.” Wajah Putri memerah, ia baru sadar telah bicara terlalu terus terang pada Dewa.”Beneran? Wah, kamu romantis juga, ya?”
Putri tertawa, ketegangannya mencair seketika.Putri dan Dewa mengobrol lagi tanpa menyadari ada sepasang mata yang berkilat-kilat penuh amarah melihat keakraban mereka.
“Lo jangan macem-macem ya Put!” Mata Nina berkilat-kilat penuh amarah saat mereka ada di kamar tidur malam itu. “Macem-macem gimana?” Putri berusaha tetap tenang, walaupun darahnya sudah mendidih melihat tingkah laku Nina. “Jangan berlagak bego, lo! Lo ngobrol apa aja sama Dewa kemarin?” Suara Nina meninggi.”Nggak ngobrol apa-apa, cuma soal musik, kok.”
Nina menghela nafas kesal.”Beneran, lo nggak ngomongin yang lain lagi?” Suara Nina masih penuh kecurigaan, tapi nadanya mulai melunak.”Nggak, kalo lo nggak percaya lo boleh tanya Dewa.” Nina beranjak pergi ketika melihat Widya dan Rena yang berjalan mendekati mereka.Wajahnya yang cantik masih cemberut.
“Ada apa, Put?” Rena mendekati sahabatnya dengan mata terpicing.Ia tahu pasti maksud Nina tadi bukan untuk beramah tamah atau mengobrol dengan Putri.”Biasalah, apa lagi yang bisa bikin Nina kayak gitu?” Putri memakai sandalnya, lalu berdiri dan berjalan di atas halaman rumput yang tertata rapi, membiarkan Widya dan Rena tergesa-gesa bangkit untuk mengikutinya.
“Soal Dewa lagi?” “Iya, Wid, kayaknya dia sewot banget sama gue gara-gara gue ngobrol sama Dewa kemarin malam.” “Gue juga ngeliat elo ngobrol sama Dewa, ngomongin apa aja sih, Put?” Rena bertanya dengan penasaran. Putri mengangkat bahu.”Nggak ngomongin apa-apa, cuma soal musik.” “Biarpun nggak ngobrolin apa-apa itu kan kemajuan, Put?” “Iya sih, tapi nggak ada pengaruhnya, gue yakin dia tetep suka sama Nina.” Putri menunduk, wajahnya sedih.
”Ah, udahlah Put! Nggak ada gunanya elo sedih gitu. Kita makan, yuk! Baru beres-beres buat pulang.”Widya berusaha menghibur sahabatnya.Putri mengangguk dan meneruskan langkah ke muka depan vila.Matanya sempat mencuri pandang ke arah Dewa yang asyik bermain catur di pondok kecil bersama teman-temannya.
“Put, jangan bengong aja, dong.” Rena menyodorkan sekaleng jus jeruk ke Putri.”Mau minum?” “Nggak Ren, makasih. Gue nggak haus.”Rena mengangkat bahu, lalu meminum jus itu sendiri.Putri melemparkan pandangan ke luar jendela, berpura-pura asyik menyaksikan pemandangan di sepanjang jalan.
Suasana bus itu ramai sekali. Beberapa anak memainkan gitar yang mereka bawa, sebagian bernyanyi, dan ada yang menyumpal kuping dengan walkman atau discman yang dibawa dari rumah. Putri termenung sedari tadi, menyumpal kupingnya dengan walkman, tapi tidak mendengarkan satu lagu pun.Ah, sedih sekali rasanya. Setelah ini ia pasti jarang sekali bertemu dengan Dewa karena mereka tidak sekelas.
“Teman-teman, dengerin nih.Dewa mau nyanyi sebuah lagu, yang dipersembahkan buat pujaan hatinya!” Roni si badut kelas sibuk mengoceh. Dewa yang ada di sampingnya tersenyum-senyum, membiarkan Roni berteriak-teriak.
“Yang pake walkman, pake discman, lepas dulu.Rugi lho kalo nggak dengerin!” Sekali lagi Roni berteriak. Rena menarik lepas earphone dari telinga Putri.”Ada apa, Ren?” Putri mengerutkan kening, merasa sedikit terganggu.”Lepas dulu walkman lo! Dewa mau nyanyi!” “Ah, masa?” Putri cepat-cepat melepas earphonenya.
Dewa tersenyum.”Lagu ini, gue persembahkan untuk seseorang yang sebenarnya sudah lama gue sayangi, tapi gue nggak tahu dengan cara apa gue bisa menyatakan perasaan gue, dan tiba-tiba, tanpa gue minta dia udah ngasih jawabannya ke gue.” Dewa memetik gitarnya dan mulai bernyanyi, tiba-tiba saja suasana hening.Hanya terdengar suara berat Dewa yang melantunkan lagu cinta favorit Putri.
“Untuk orang yang sangat gue sayangi, Pramudita Saputri.” Dewa menyudahi permainannya dengan satu kalimat itu.Seluruh penumpang bus bertepuk riuh.Wajah Putri langsung memerah. Tiba-tiba saja liburan kali ini terasa begitu berkesan baginya.
8 comments:
cihuyyyy...
seandainya ada yang nembak gw kayak gitu...huhu..meleleh dong ah..
*tapi malunya juga ga ketulungan yaaa...*
dil, ter inspirasi sama siapa nih? sama gw ya? *wink wink*
Huahahaha...bukan Fan, biasalah, gue kan kalo nulis rada2 GJ, jadi cerita yang sebenernya ditwist lagi.Terinspirasi dari dua orang temen yang kebetulan (udah jadian sebelum) perpisahan kelas 3 :). Haha..,waktu itu mesra abis kayaknya :P. Mau ditembak kayak gitu? Minta Nelly aja.Huahaha..:P
halahhhh...ga bakalan dia mo nembak gw pake cara begitu..
sok jaim dia mah..
bikin cerita lagi dong..
gw juga lagi mandek ide nih...
masa cerita gw baru sampe chapter 13...*sigh*
setengah jalan aja belom..
Hahahaha...iya ya? Tapi dibanding ditembak pake SMS Fan,lebih gak kreatif lagi :P. Boleh-boleh...ada sih, tapi malu ngepos disini. Gue kalo bikin pasti dangdut deh...Btw iya tuh, kok novel lo gak dilanjutin?
Kekeke...
Romantis n kocak banget, Dil. Jadi inget, jaman-jaman ketika gw masih lucu dan polos dulu (halaah..)
Cuma, kok gw ga pernah ngalamin yg kayak gitu, yah? Hiks hiks.. menyedihkan. Berlalu sudah masa mudaku yang sia-sia itu.. Oh, mengapaaa... (dangdut... dung plak dung dung plak)
Hehehe...Aki Tegar lagi mengenang masa muda ya? :D Semangat Gar, selagi janur kuning belum melengkung,tetep semangat! *ngajarin gak bener* :P Btw itu belajar rebana dimana? Hihihi...
PS: Fanny and Tegar, makasih dah komen :) Really appreciate that
Wah ngga nyangka adilla bisa bikin cerita "gue-elo" (yang gw nggak bisa.. Huahaha kereeennn)
Kalo emang bener tulisan itu hasil pengalaman dr yg nulis, berarti Adilla banyak banget dong pengalaman seputar hubungan cowo-cewe.. Cieeeeee *wink* (dan bukannya hubungan cowo-cowo XD) *ga nyambung*
Walah, aku malah taunya hubungan cewek sm cewek Yu *ngaco*.Hihihi...gaklah, namanya juga dari ngeliatin orang, dengerin cerita orang, terus baca komik. Jadilah dangdut abis :D. Makasih dah comment, really appreciate that :)
Post a Comment