Tuesday, August 21, 2007

Kuku. Gunung dan Cinta Seorang Perempuan


Kuku, Gunung, dan Cinta Seorang Perempuan (Perempuan Kedua)*

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Cinta laki-laki seperti gunung, ia besar, tapi konstan dan sayangnya rentan. Jika mengamuk ia akan meletus dan menghanguskan apa yang ada di sekitarnya. Cinta perempuan seperti kuku. Kecil, tetapi terus menerus tumbuh walaupun dipotong. Jika suatu saat kuku itu patah dan harus dicabut, seberapapun sakitnya, kuku itu akan terus tumbuh. –Biola Tak Berdawai, Seno Gumira Ajidarma-

When a woman marries again, it is because she detested her first husband. If a man marries again, it is becase he adored his first wife. Women try their luck; men risk theirs-The Picture of Dorian Gray, Oscar Wilde-

Entah solidaritas apa yang membawa sekumpulan tiang-tiang negara itu untuk berada di pengadilan, meneriakkan dukungan semangat dan dorongan kepada salah satu dari kaumnya untuk berani menghadapi kemungkinan apa yang ada di hadapannya. Kemungkinan yang mungkin akan membuat cinta wanita itu, seperti kuku yang telah patah dan harus dicabut. Sakit, tetapi kembali tumbuh perlahan, demi cinta yang tak pernah habis untuk anak-anaknya. Untuk orang yang mencintai dan memerlukan kehadirannya.

Seorang laki-laki menikah lagi. Ia mungkin bukan lelaki ‘biasa’, kehadirannya begitu meneduhkan, membuat ia dicintai dan diidolakan oleh kaum adam maupun hawa. Entah mengapa cinta kaum hawa pada lelaki itu seakan berbalik, ketika cinta sang lelaki pada istri yang telah menghadiahkan tujuh generasi penerus itu harus terbagi. Entahlah. Mungkin sebenarnya lelaki itu adalah pemenangnya, karena ia telah membuktikan bahwa ia manusia biasa, yang tak berhak mendapat pengkultusindividuan dari siapapun. Entahlah.

Seorang ibu yang sangat tegar dan luar biasa itu bercerita. Lelaki yang telah dinikahinya belasan tahun lalu mengaku bahwa ia telah jatuh cinta. Lagi. Pada seseorang lain yang baru saja beberapa saat hadir dalam kehidupannya. Dan sang ibu yang luar biasa ini mencoba mendekati manusia baru dalam kehidupan sang suami. Mendapati bahwa mereka berbagi banyak hal, selain cinta pada makhluk Allah yang sama. Dan mendoakan kebahagiaan wanita itu saat mereka berpisah. Sungguh-sungguh mendoakannya hingga akhirnya wanita itu menemukan jodohnya sendiri.

Dalam sebuah diskusi tentang perkawinan yang mulai memanas, pembicara akhirnya memilih menengahi dan berkata: “Ibu tahu tidak ada seorang pun yang ingin diduakan, karena itu, berhentilah menjadi perempuan kedua (ketiga, keempat dan seterusnya)...”

Para laki-laki dengan cinta sebesar gunung itu. Dengan kesungguhan dan kerja keras yang akan melumerkan batu dan merontokkan dedaunan. Dengan kasih sayang yang mengalahkan segarnya oasis di gurun-gurun. Dengan tulang-tulang rusuk bengkok yang harus ‘diluruskan’, seberapa banyakpun jumlah rusuk-rusuk itu.

Mungkin suatu saat gunung itu akan meletus. Mungkin kerusakan yang ditimbulkannya tidaklah sebanding dengan kebaikan yang akan dibawanya kelak, dengan bunga-bunga tanah yang menjanjikan surga baru bagi lahan yang sempat teraniaya. Mungkin. Entahlah, entahlah.

Untuk ayah-ayah dan lelaki-lelaki dengan cinta sebesar gunung di luar sana. Semoga gunung itu tak pernah meletus.

*Terinspirasi dari tulisan Fatma Ariana dalam Catatan Seorang Ukhti 6: “Kuku, Gigi, dan Cinta Seorang Perempuan”

*Terima kasih A-team untuk diskusinya.


2 comments:

Anonymous said...

Mungkin ketegaran perempuan itu sedikit banyak dikarenakan ia diciptakan dari tulang rusuk laki2, makanya kuat banget. Bisa menyokong, minimal menyokong hatinya sendiri.
Lalu laki2 bisa jadi 'rapuh' karena merasa belum menemukan tulang rusuk yang benar2 sesuai untuk melengkapi potongan puzzle anatominya.
halagh serius skali gue kali ini...
Maaf kalo malah bikin binun ;)

Adilla said...

Hehehe...gak papa kok Mbak Pritha. Teorinya menarik, kalo diliat contoh-contohnya sih banyak benernya ya ;).